Kamis, 22 November 2012


DERITA MUSLIM RONHINGYA DI MYANMAR TAK PERNAH SURUT

Menurut Kantor Berita ABNA, ada banyak kisah pilu di Myanmar, tapi yang paling menyedihkan adalah lakon warga muslim Ronhingya. Ada banyak kisah kesengsaraan di Myanmar, tapi di antara yang terburuk adalah kisah Rohingya-Muslim asal Bangladesh yang tinggal bagian barat negara bagian Rakhine, Myanmar Barat.

Aneka etnis tinggal di Myanmar. Pemerintah mengakui ada 135 etnis minoritas, tapi etnis Rohingya tidak masuk dalam daftar “ras nasional” yang diakui pemerintahan jenderal Ne Win pada 1982.

Berbagai perlakuan brutal dilakukan terhadap suku-suku minoritas oleh militer yang lebih dari setengah abad mengenggam keuasaan di Myanmar. Front pertempuran terbuka meletus di utara, timur dan barat laut Myanmar. Etnis Shan, Karen, Mon, Chin dan Kachin memiliki pasukan bersenjata mereka sendiri, selama beberapa dasa warsa. Yang ketakutan ya warga negara biasa yang bukan gerilyawan anti pemerintahan militer.

Gencatan senjata telah dilakukan dengan berbagai suku tadi. Namun pertempuran masih berlanjut di Myanmar timur laut, sampai suku Kachin menyetujui transaksi kontroversial dengan menjual gas dan minyak Shwe serta pembangunan bendung raksasa Myisone dengan China.

Pemerintah militer sudah sedikit berubah menuju transformasi menjadikan Myanmar sebagai negara demokrasi. Sistem politik dan ekonomi semakin terbuka. Pembatasan penulisan di media sudah makin longgar. Hanya etnis Rohingya yang tidak merasakan perubahan dari keterbukaan Myanmar kini. Rohingya masih tetap terpinggir, melarat dan terlunta-lunta.

Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi pekan lalu untuk memukimkan para penyusup di Bangladesh. Rezim Thein Sein mengklaim etnis Rohingya adalah pendatang haram di Myanmar, meskipun sejarah mencatat etnis "Rooyinga" sudah masuk Burma sejak 1799.

Bentrok Budha Arakan–Muslim Rohingya meletus pada 1942, sesaat setelah Inggris minggir dari Myanmar dan Jepang mulai masuk Arakan. Rakhine sebagai negara bagian belum dikenal. Bentrok membagi wilayah Arakan dengan pengelompokan etnis. Arakan selatan Budha, Arakan Utara etnis Rohingya Muslim.

Pada 1978 Ne Win melancarkan Operasi Naga Min (Raja Naga) dengan memeriksa kartu tanda penduduk sepanjang perbatasan untuk membersihkan penduduk haram. Sebanyak 250.000 orang Rohingya kabur ke Bangladesh. PBB segera turun tangan membantu para pengungsi Rohingya kembali ke Myanmar.

Hantaman lain buat orang Rohingya pada 1982, ketika pemerintah Ne Win memberlakukan UU Kewarganegaraan. Sekitar 800.000 orang Rohingya ditolak permohonan kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar, sehingga sejak saat itu mereka terombang-ambing tanpa kewarganegaraan.

Pada 1991 dan 1992, 250 ribu gelombang pengungsi Rohingya membanjiri Bangladesh menyusul tindakan kekerasan di Myanmar. Pemerintah Bangladesh hanya memberikan semacam KTP menetap sementara kepada mereka meskipun sudah tinggal selama lebih dari satu dasawarsa di sana.

Di Bangladesh, mereka jadi obyek pemerasan, kekerasan atau kerja paksa. Bahkan mereka dilarang menikah secara resmi, memiliki tanah, melakukan perjalanan ke luar desa atau mendaftarkan anaknya di pendidikan formal.

Terhimpit oleh keadaan yang memilukan, gelombang manusia perahu Rohingya malah berlayar ke Laut Andaman menuju Malaysia atau negara-negara ASEAN lain untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

Di Provinsi Ranong, Thailand, tiga tahun silam, pemerintah malah mendorong perahu orang-orang Rohingya agar meninggalkan kerajaan dan kembali ke laut. Sungguh mengenaskan.

Petugas PBB Tomas Quintana telah bertemu orang Rohingya di Rakhine dan mendengar kisah pilu mereka. “Muslim Rohingya pasti dari Myanmar. Mereka telah tinggal di Myanmar dengan kelompok etnis lain selama berabad-abad," tulis Quintana. "Pemerintah baru menghadapi banyak masalah dan kompleks, tapi penyebab diinjak-injaknya etnis Rohingya harus menjadi prioritas."

Warga muslim Rohingya telah membanjiri Bangladesh dalam 30 tahun terakhir. Mereka ditolak hak kewarganegaraan dan hak-hak lainnya di Burma. Tak salah jika PBB dan kelompok-kelompok HAM menyebut Rohingya sebagai salah satu minoritas paling teraniaya di dunia.

Harapan etnis Rohingya kepada tokoh pemenang hadiah Nobel Aung Saan Suu Kyi sungguh sangat tinggi untuk menyelesaikan masalah konflik etnis dan sektarian ini. Namun sampai sekarang, meskipun imbauan kepada Suu Kyi terus bergema, anak pahlawan nasional Myanmar ini tetap diam seribu bahasa.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar