Dalam berbagai literatur hukum dan
apalagi dalam pengguna- annya sehari-hari, konsep 'Bentuk Negara' (staatsvorm)
seringkali dicampuradukkan dengan konsep 'Bentuk Pemerintahan' (regerings
vorm). Hal ini juga tercermin dalam perumusan Pasal ayat ( ) Un- dang-Undang Dasar 945 yang menyebutkan: "Negara
Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik"199. Dari
kalimat ini tergambar bahwa the founding fathers Indonesia sangat menekankan
pentingnya konsepsi Negara Kesatuan sebagai definisi hakiki negara Indonesia
(hakikat negara Indonesia). Bentuk dari negara kesatuan Indonesia itu ialah
republik. Jadi jelaslah bahwa konsep bentuk negara yang diartikan disini
adalah 'republik' yang merupakan pilihan lain dari kerajaan (monarki) yang
telah ditolak oleh para anggota BPUPKI mengenai kemungkinan penerapannya
untuk Indonesia modern200.
Kelemahan rumusan di atas terkait
dengan pengertian 'bentuk negara' yang tidak dibedakan dari pengertian
'bentuk pemerintahan'. Padahal, kedua konsep ini sangat berbeda satu sama
lain. Karena yang dibicarakan adalah bentuk negara berarti bentuk organ atau
organisasi negara itu sebagai keseluruhan. Jika yang dibahas bukan bentuk
organnya, melainkan bentuk penyelenggaraan pemerin- tahan atau bentuk
penyelenggaraan kekuasaan maka istilah yang lebih tepat dipakai adalah
istilah 'bentuk pemerintahan'.
Istilah ini pun harus dibedakan
pula dari istilah 'sistem pemerintahan' yang menyangkut pilihan antara sistem
presidential, sistem parlementer, atau sistem campuran. Konsepsi yang
terakhir ini berkenaan dengan sistem penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan
dalam arti cabang kekuasaan eksekutif. Perbedaannya dari pengertian bentuk
pemerin- tahan, pertama adalah bahwa istilah pemerintahan dalam konsepsi
'bentuk pemerintahan' bersifat statis, yaitu berkenaan dengan ben- tuknya
(vormen), sedangkan dalam 'sistem pemerintahan', aspek pemerintahan yang
dibahas bersifat dinamis. Kedua, dalam konsepsi bentuk pemerintahan, kata
pemerintahan lebih luas pengertiannya karena mencakup keseluruhan cabang
kekuasaan.
Sedangkan kata pemerintahan dalam
'sistem pemerintahan' terbatas pengertiannya pada cabang eksekutif saja.
Penggunaan kata government dalam baha- sa Inggris juga sering menimbulkan
kesalahpahaman. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa kata itu mengandung
dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit. Keduanya dipengaruhi oleh tradisi
pemerintahan yang berkembang di Inggris (British) dan Amerika Serikat. Karena
Kerajaan Inggris mempraktekkan sistem pemerintahan parlementer, maka
perkataan government disana menunjuk kepada pengertian yang sempit, yaitu
hanya cabang kekuasaan eksekutif saja. Tetapi, dalam bahasa Inggris Amerika,
kata government mencakup pengertian yang luas, yaitu keseluruhan pengertian
penyelenggaraan negara. Dalam konstitusi Amerika Serikat misalnya, istilah
"the Government of the United States" selain mencakup cabang eksekutif
yang dipegang oleh Presiden, juga mencakup Kongres yang terdiri atas House of
Repre sentatives dan Senat.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut
di atas, perlu diperjelas adanya perbedaan mendasar antara pengertian 'bentuk
negara', 'ben tuk pemerintahan', dan 'sistem pemerintahan'. Ketiga istilah
tersebut sebaiknya tidak dipertukarkan satu sama lain, sehingga tidak men-
imbulkan kesalahpahaman dalam praktek.
Perbincangan mengenai 'bentuk
negara' (staatsvormen) terkait dengan pilihan-pilihan antara (a) bentuk
negara kesatuan (unitary state, eenheidsstaat), (b) bentuk negara serikat
(federal, bondsstaat), atau (c) bentuk konfederasi (confederation, statenbond).
Sedangkan perbincangan mengenai 'bentuk pemerintahan' (regeringsvormen)
berkaitan dengan pilihan antara (a) bentuk kerajaan (monarki), atau (b)
bentuk republik. Jika jabatan kepala negara itubersifat turun temurun maka
negara itu disebut kerajaan. Jika kepala pemerintahannya tidak bersifat turun
temurun, melainkan dipilih, maka negara itu disebut republik. Sementara itu,
dalam perkataan 'sistem pemerintahan' (regeringssysteem) terkait
pilihan-pilihan antara (a) sistem pemerintahan presidensiil, (b) sistem
pemerintahan parle- menter, (c) sistem pemerintahan campuran, yaitu quasi
presidensiil sep- erti di Indonesia (di bawah UUD 945 yang asli) atau quasi parlementer
seperti sistem Perancis yang dikenal dengan istilah hybrid system, dan (d)
sistem pemerintahan collegial seperti Swiss.
Dari ketiga konsep tersebut di
atas, bangsa Indonesia sejak kemerdekaan pada tahun 945 cenderung mengidealkan bentuk negara
kesatuan (eenheidstaatsvorm), bentuk pemerintahan republik (republijk
regeringsvorm), dan sistem pemerintahan presidentil (presidential system).
Dalam UUD 945, pengaturan mengenai
bentuk negara dan bentuk pemerintahan ini diatur dalam bab yang tersendiri,
yaitu Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan. Dalam Pasal ayat ( ) dinyatakan: "Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk republik." Ayat (2)-nya
menegaskan: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar." Sedangkan ayat ( )-nya menentukan: "Negara
Indonesia adalah Negara Hukum". Khusus mengenai bentuk negara
sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal
ayat ( ) tersebut, tidak dikategorikan sebagai objek perubahan yang
diatur mekanismenya dalam pasal 7
UUD 945. Dalam Pasal 7 ayat (5) UUD 945, dinyatakan: "Khusus mengenai
bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan
perubahan".
Pasal ini jelas mengandung
komitmen dan tekad bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar 945, akan tetap berbentuk Negara
Kesatuan selamanya, kecuali tentunya jika Majelis Permusyawaratan Rakyat pada
suatu hari mengubah lagi ketentuan Pasal
7 ayat (5) ini atau perubahan UUD terjadi bukan karena prosedur yang
ditentukan sendiri oleh UUD 945
(verfassung wandlung). Namun, jika yang terakhir ini yang terjadi maka hukum
yang berlaku bukan lagi hukum konstitusi, melainkan revolusi yang mempunyai aturan
hukumnya sendiri.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar